HomeDiary - Majalah Arsitektur dan Interior
Oasis Restaurant, the Art of Culinary
Teks: Chandra Sumawinata l Foto: Bambang Purwanto

Oasis Restaurant, the Art of Culinary

Faktor historical attraction benar-benar dimanfaatkan sebagai pesona yang kuat di Oasis. Bangunan asli tahun 1928 peninggalan zaman kolonial Belanda yang dahulunya dikenal sebagai rumah pribadi F. Brandenburg van Oltsende, sang jutawan rempah rempah, masih berdiri kukuh menyambut penikmat kuliner fanatik yang mengerti akan seni dan prestise.
Sebagai salah satu dari resto tua terkemuka di Ibukota, Oasis memang memiliki kekhususan tersendiri. Ia dikenal sebagai resto berkelas yang seringkali menerima kedatangan tamu-tamu resmi negara maupun pesohor dunia. Rancang arsitektur tempo dulu dipertegas dengan dekorasi interior berhiaskan sederet furnitur dan unsur dekoratif antik yang bernilai seni tinggi, berkelas premium, dan dipastikan original. Seperti museum hidup. Karenanya, hanya kalangan tertentulah yang mengagumi value bersantap di sini, yang akan rela berlama-lama duduk, rileks, berdiskusi seni seraya menyantap menu premium. Pengalaman bersantap yang sungguh berbeda.
Ketika didirikan pada tahun 1979 konsep culinery of art memang telah dicanangkan. Oasis ingin mengangkat inspirasi kekayaan budaya pada pengalaman berkuliner. Didukung oleh interior ruang yang berkarakter Indonesia, menu makanan tradisional menjadi sesuatu yang berkelas, disajikan semenarik mungkin, dan yang teristimewa adalah pelayanan ala rijsttafel yang menjadi andalan resto. Ritjsttafel merupakan cara makan yang pertama kali muncul saat era kolonial Belanda. Arti kata itu sederhana saja, meja nasi, tapi menu yang terhidang lebih dari nasi. Di Oasis, setiap tamu yang memesan ala ritsttafel mendapat selusin jenis makanan yang berbeda, jadi membutuhkan waktu cukup lama untuk mengkonsumsi semuanya… (Lihat selengkapnya di Majalah Home Diary #012/2015)

HomeDiary

Add comment